Sunday, June 17, 2007

Sudah Kuliah kok masih “disuapin”? Malu donk...

Sebuah perasaan malu harusnya ada bagi para mahasiswa yang masih “disuapi” atau masih dibiayai orang tuanya. *termasuk saya sendiri nih* Malu, kok sudah besar masih tergantung sama orang tua... masih dibayarin SPP, masih dibayarin kos, dibayarin makan, dll. aaah masya Allah, ternyata aku pun masih belum bisa lepas dari uluran tangan orang tua 100 %. Padahal, inginnya sambil kuliah, ya sambil kerja juga biar punya penghasilan sendiri. Biar kuliah bisa kita urus sendiri bahkan kalo bisa udah bisa ngirim ke orang tua. Duh.. kapan ya bisa mandiri?

Kemandirian sangat erat kaitannya dengan masalah finansial. Semakin mandiri seseorang, semakin “emoh” juga dia minta-minta untuk dibantu karena dia berkeyakinan bahwa dia sanggup memenuhi kebutuhannya sendiri. Kemandirian pun merupakan salah satu aspek kedewasaan dan kematangan seseoarang. Karena kemandirian berarti keberanian untuk hidup diatas kakinya sendiri dan sebuah sikap tidak ingin menyusahkan orang lin, bahkan ingin memberi.

Kesempatan untuk bekerja tampaknya masih terbatas untuk kalangan mahasiswa yang belum mendapat ijazah. Dan hal ini pun direpotkan juga dengan masih banyaknya tingkat pengangguran Indonesia. Saya yakin, jika ada kemauan pasti ada jalan. Jika seorang mahasiswa berkeinginan untuk bekerja tentu pasti ada kesempatannya. Tinggal bagaimana mahasiswa itu mencari info dan menggali potensi dan melatih diri untuk memenuhi tuntutan lapangan kerja tersebut. Lapangan kerja di sini berarti lapangan usaha mandiri (entrepeuneur) dan lapangan usaha yang punya orang lain. Oleh karena itu, harus pintar-pintar memanfaatkan setiap kasempatan yang ada di ddepannya. Ingat, kesempatan tak pernah datang untuk yang kedua kalinya!

Bagi mahasiswa Indonesia, sesuai dengan kemampuannya, paling bisnis yang paling bisa dilakukan adalah menjadi guru privat. Selain jadwalnya fleksibel atau diatur berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, juga menghasilkan uang yang lumayan. Pendapatan rata-rata minimal untuk seorang guru privat saat ini sekitar Rp 25.000,00 untuk tiap kali pertemuan. Jika seminggu ada 3 kali jadwal, maka sebulan bisa menghasilkan kocek sebesar Rp300.000,00. Dan uang senilai itu sudah bisa untuk membayar SPP lho... Tuh kan, bisa meringankan beban orang tua.

Sedangkan bagi mahasiswa di luar negeri, Kanada misalnya. Mereka biasanya memanfaatkan moment liburan untuk bekerja di restoran, pelayan toko dsb. Pekerjaan itu mungkin kita pandang sebelah mata karena kita belum tahu bahwa upah minimum di sana itu lumayan besar, yakni sekitar 50 dollar perjamnya. Jadi, bisa dibayangkan kan? Dengan bekerja selama beberapa bulan saja, gaji mereka bisa mengalahkan gaji PNS tingkat atas di tanah air. Tak heran jika mahasiswa di sana bisa jauh lebih mandiri dengan membiayai sendiri seluruh kebutuhannya dari pada mahasiswa di sini. Dengan kata lain, mereka sudah bisa dilepas oleh orang tuanya dari segi pemenuhan materi.

Lain negara, lain kondisi. Kehidupan di Barat memang lebih sejahtera di banding dengan negeri2x di Timur seperti kita. Dan itu, tak lepas dari aspek kebudayaan suatu negara yang mempengaruhinya. Adakah korelasi yang berarti antara kebudayaan suatu negara dengan tingkat kesejahteraannya ? Apakah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat kita juga berarti bahwa terlebih dahulu kita harus memperbaiki budaya orang Indonesia? Apakah negara Indonesia bisa maju tanpa merubah atau memperbaiki budayanya?

Thursday, June 7, 2007

edisi Perdana ^-^

Assalaamualaikum warrahmatullohi wabarokatu.
Subhannallah, wal hamdulillah...
Saya Novi Astuti, seorang hamba-Nya Isnya Allah diizinkan untuk menulis dan berbagi.
Saya akan mencoba untuk berbagi dengan sahabat-sahabat dimana pun berada..
Semoga tulisan yang ada di sini bisa bermanfaat bagi Anda semua.
Tak lain dengan tujuan untuk mendewasakan kita semua dan mendapat Ridha-Nya..
aamiin

Surat Alhadid :20-21

20. Know that the life of this world is only play and amusement, pomp and mutual boasting among you, and rivalry in respect of wealth and children, as the likeness of vegetation after rain, thereof the growth is pleasing to the tiller; afterwards it dries up and you see it turning yellow; then it becomes straw. But in the Hereafter (there is) a severe torment (for the disbelievers, evil-doers), and (there is) Forgiveness from Allāh and (His) Good Pleasure (for the believers, good-doers), whereas the life of this world is only a deceiving enjoyment.

20.Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian hancur.Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya.Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.

21. Race one with another in hastening towards Forgiveness from your Lord (Allāh), and towards Paradise, the width whereof is as the width of heaven and earth, prepared for those who believe in Allāh and His Messengers. That is the Grace of Allāh which He bestows on whom He pleases. And Allāh is the Owner of Great Bounty.

21.Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.Dan Allah mempunyai karunia yang besar.